Asuransi
membawa misi ekonomi dan sosial. Ini karena premi yang dibayarkan kepada
perusahaan asuransi yang oleh karena itu, menanggung risiko pihak tertanggung.
Dalam asuransi konvensional akad yang digunakan adalah pengalihan risiko (risk transfer) dari tertanggung (muamman lahu). Namun dalam sistem
asuransi syariah, risiko ditanggung bersama secara kolektif (risk sharing).
Sejarah
terbentuknya asuransi Islam dimulai sejak 1979 ketika sebuh perusahaan Sudanese Islamic Insurance di Sudan
memperkenalkan asuransi Islam. Kemudian pada tahun yang sama sebuah perusahaan
asuransi jiwa di Uni Emirat Arab memperkenalkan asuransi syariah di wilayah
Arab. Setelah itu, pada 1981 sebuah perusahaan asuransi jiwa, Dar Al-Maal
Al-Islami di Swiss memperkenalkan asuransi syariah di Jenewa. Lalu diikuti oleh
penerbitan asuransi Islam kedua di Eropa yang diperkenalkan oleh Islamic
Takaful Company (ITC) di Luksemburg pada 1983.
Di
Indonesia sendiri, pengalaman asuransi syariah pertama kali adlah pada tahun
1994 dengan berdirinya asuransi Takaful. Pedoman utama kesesuaiannya dengan
syariah adalah Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI).
Ada enam fatwa yang menjadi pedoman operasional asuransi syariah. Fatwa ini
menjelaskan tentang tujuan asuransi, yaitu tolong menolong dalam menghadapi
risiko dan investasi. Karenanya, akad yang digunakan adalah tijarah dengan tabarru’ atau wakalah bil
ujrah dengan tabarru’.
Sumber : Majalah Sharing
“Ekonomi Syariah Khas Indonesia” Edisi 62 Thn VI Februari 2012.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar