Welcome to My Blog
Ekspesikan dirimu melalui tulisan
Mulai dengan sebuah kata

Selasa, 01 Maret 2011

Kasus HAKI "Vonis Kasus Pembajakan Software Masih Lembek"


Vonis Kasus Pembajakan Software Masih Lembek
Ardhi Suryadhi
– detikinet
Jakarta - Hukuman yang dijatuhkan kepada para pelaku tindak pembajakan software dirasa masih terlalu ringan. Padahal, mereka sudah terbukti bersalah.

Dijelaskan Kombespol Toni Hermanto, Kanit I Indag Direktorat II Ekonomi Khusus Bareskrim Mabes Polri, UU Hak Cipta Pasal 72 ayat 3 yang mengatur pembajakan software memiliki batas maksimal hukuman 5 tahun kurungan dan denda Rp 500 juta. Sementara batas minimal denda Rp 1 juta dan kurungan 1 bulan.
Namun pada kenyataannya, sering kali putusan pengadilan memberikan hukuman yang tidak maksimal alias rendah dan tidak menimbulkan efek jera.

"Lihat saja pada kasus PT K yang diproses sejak 2008 lalu dan baru diputuskan November 2009. Sudah lama prosesnya, hukumannya cuma 6 bulan penjara dan denda Rp 10 juta," tukasnya, dalam jumpa pers di Restoran Sindang Reret, Jakarta, Rabu (13/1/2009).

Tim Nasional Penanggulangan Pelanggaran HaKI sendiri, lanjut Toni, telah memberi perhatian akan hal ini. "Tapi kita juga tidak bisa terlalu ikut campur prosesnya di pengadilan," lanjutnya.

Johannes Dicky, CEO Businessoft Indonesia menambahkan, di wilayah Eropa juga telah dipakai sistem penegakan hukum proporsional yang dianggap bakal menimbulkan efek jera. 

"Karena yang sebelumnya lebih ringan, sedangkan investasi di industri TI sendiri cukup besar,"pungkasnya. ( ash / faw )

Komentar:
Seiring dengan berkembangnya teknologi, perangkat lunak atau yang sering kita sebut dengan software pun berkembang dengan begitu pesat. Software-software yang ada sekarang juga beragam. 

Hal ini juga tentu tidak dilewatkan oleh para pembajak software, karena bisa mendatangkan keuntungan yang menggiurkan. Apalagi perkembangan teknologi menyebabkan kebutuhan akan software tertentu meningkat. Seperti kita tahu bersama harga software ori mahal, maka tidak jarang banyak orang yang menggunakan software bajakan.  

Meskipun telah ada Hak Paten atau Hak Kekayaan Intelektual (HAKI) yang melindungi dari para pembajak software. Namun sayangnya pembajak software makin membludag, bukan malah berkurang malah bertambah jumlahnya. UU HAKI nampaknya belum bisa membendung para pembajak software. Apalagi setelah membaca kasus di atas, hukuman bagi para pembajak software masih dirasa kurang, sehingga tidak menimbulkan efek jera bagi pelakunya. Hal ini juga turut memperparah pembajakan software di negara kita, walaupun memang masih banyak faktor lainnya yang tidak bisa diabaikan.

Harus disadari oleh semua pihak bahwa pembajakan merupakan sesuatu yang salah dilihat dari aspek manapun. Dilihat dari aspek hukum jelas salah, sudah ada UU yang mengatur tentang hal tersebut. Dari aspek agama juga demikian, karena pembajakan sama saja dengan mendzolimi orang lain. Selanjutnya jika semua orang telah menyadari bahwa pembajakan merupakan sesuatu yang salah, maka harus ada solusi bagi orang tersebut untuk mendapatkan software yang legal. 

Oleh karena itu, ada baiknya jika pemerintah tidak hanya menghukum para pembajak software dengan seberat-beratnya tetapi juga pemerintah harus mencari dan mempelajari factor-faktor yang menyebabkan pembajakan software makin marak. Kemudian mencari solusi untuk mengatasi pembajakan software tersebut. Nampaknya masalah pembajakan software ini memang masih menjadi PR untuk pemerintah kita. Kita berharap saja akan ada solusi yang terbaik untuk kasus ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar