Dewasa ini, untuk memenuhi kebutuhan manusia, batas- batas teritoal negara sudah tidak lagi menjadi penghalang. Dalam bidang ekonomi, globalisasi menampilkan bentuknya dengan prinsip perdagangan bebas antar-negara di seluruh dunia. Sebagai bagian dari tatanan perekonomian dunia, Indonesia yang menganut sistem ekonomi terbuka telah memutuskan untuk bergabung dengan sistem pasar bebas. Komitmen tentang hal itu diwujudkan dalam keikutsertaan Indonesia dalam AFTA, APEC dan WTO.
Pada tahun 2020, dunia akan memasuki era perdagangan bebas secara total. Indonesia seharusnya telah mengakhiri masa Pembangunan Jangka panjang Ketiga (PJP III tahun 1993-2018). Pada waktu itu Indonesia diyakini benar- benar telah siap siaga untuk menghadapi globalisasi total. Sayangnya, Krismon (krisis moneter) tahun 1998 yang diikuti krisis multidimensional yang menimpa Indonesia telah memporak- porandakan bangunan ekonomi yang sebelumnya diyakini sudah cukup kokoh. Dengan runtuhnyua bangunan ekonomi tersebut Indonesia harus merencanakan kembali persiapannya memasuki perdagangan bebas.
Dampak positif dari pasar bebas adalah terbukanya peluang usaha dan pasar luar negeri yang lebih besar bagi produk Indonesia. Di samping dampak positif, pasar bebas ini ada pula dampak negatifnya. Muncul pemikiran bahwa dampak negatif globalisasi ekonomi bisa dilawan, selain oleh penerapan strategi pembangunan yang tepat, juga oleh nasionalisme ekonomi, yaitu kesediaan untuk memprioritaskan penggunaan produk sendiri daripada produk yang berasal dari luar. Namun nasionalisme ekonomi hanya bisa dibangun melalui lembaga tertentu yang memang memungkinkan nilai- nilai nasionalisme ekonomi itu dapat tumbuh di dalamnya. Karena lembaga- lembag kapitalis mustahil menjalankan peran ini, maka satu- satunya alternatif yang tersisa adalah koperasi.
Prinsip yang mendasari koperasi, yaitu prinsip demokrasi ekonomi adalah senjata yang ampuh untuk mempertahankan diri dalam persaingan bebas itu. Dalam prinsip demokrasi ekonomi kemakmuran masyarakat yang diutamakan, bukan untuk kemakmuran perorang saja. Oleh karena itu, perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan atas asas kekeluargaan.
Menurut Bung Hatta, koperasi bukanlah sebuah lembaga yang antipasar atau nonpasar dalam masyarakat tradisional. Menurutnya koperasi adalah sebuah lembaga self-helf lapisan masyarakat yang lemah atau rakyat kecil untuk bisa mengendalikan pasar. Karena itu koperasi harus bisa bekerja dalam sistem pasar, dengan cara menerapkan prinsip efisiensi.
Koperasi memang mendapat kedudukan terhormat dalam UUD 1945 pasal 33, namun sayangnya dalam kebijakan perekonomian Indonesia selama ini, koperasi malah ditempatkan di posisi pinggiran. Hal ini dibuktikan dengan kebijakan pelembagaan koperasi dalam kehidupan sosial-ekonomi masyarakat yang dilakukan dengan pola penitipan, yaitu dengan menitipkan koperasi pada dua kekuatan ekonomi lainnya. Sehingga koperasi tidak dapat tumbuh secara normal layaknya sebuah organisasi ekonomi yang kreatif, mandiri dan independen.
Selain menghadapi hambatan akibat kebijakan pemerintah yang tidak adil, koperasi juga harus mengatasi masalah yang tak kalah berbahaya yaitu bersaing dengan perusahaan- perusahaan besar, baik perusahaan lokal maupun perusahaan Multi National Corporations (MNC).
Sementara jika kemitraan, bukan hanya persaingan yang dikembangkan dalam pola hubungan antara koperasi dengan perusahaan- perusahaan besar itu, tetapi juga koperasi harus menghadapi ancaman kehilangan jati diri dan otonomi. Dalam bentuk kemitraan itu, koperasi hampir selalu harus mengikuti keinginan perusahaan. Sedangkan perusahaan itu sendiri terlalu kuat posisi tawarnya untuk sekedar menyesuaikan diri dengan kepentingan koperasi.
Oleh sebab itu, koperasi memerlukan jurus dan kiat khusus untuk dalam menghadapi globalisasi ekonomi. Jurus yang digunakan berbeda untuk setiap jenis koperasi, yaitu
- bagi koperasi produsen atau koperasi yang bergerak di bidang produksi;
- bagi koperasi konsumen atau koperasi konsumsi;
- bagi koperasi kredit dan jasa keuangan.
Dengan penetapan jurus berdasarkan jenis- jenis koperasi di atas akan lebih mudah mengenali ancaman sekaligus peluang dari globalisasi ekonomi itu yang dapat dimanfaatkan oleh para anggota koperasi guna menentukan langkah- langkah pengembangan koperasinya.
Koperasi produsen terutama koperasi yang bergerak di sektor pertanian merupakan koperasi yang paling terkena dampak negatif dari globalisasi ekonomi. Sebelum kesepakatan perdagangan bebas disetujui, koperasi di sektor pertanian di seluruh dunia umumnya menikmati proteksi, berbagai bentuk subsidi serta dukungan pemerintah lainnya. Dengan berlakunya kesepakatan mengenai subsidi, tarif dan akses pasar, maka produksi barang yang dihasilkan oloeh anggota koperasi tidak lagi dapat menikmati perlindungan seperti semula, dan harus dibuka untuk pasaran impor dari negara lain yang lebih efisien.
Bagi koperasi- koperasi pertanian yang menangani komoditas impor, perdagangan bebas jelas merupakan pukulan berat dan akan menurunkan perannya di dalam percaturan pasar kecuali ada rasionalisasi produksi. Sedangkan bagi koperasi pertanian yang menghasilkan barang untuk ekspor yang tidak memenuhi standar kualitas dan kontinuitas, perdagangan bebas tidak menjanjikan keuntungan apapun.
Maka dari itu, koperasi produsen harus mengubah strategi usahanya, bahkan mungkin harus melakukan reorganisasi agar memiliki kompatibilitas dengan tantangan yang dihadapi. Hal ini memang cukup sulit jika dilakukan oleh koperasi produksi yang bergerak di luar sektor pertanian, karena segala sesuatunya akan sangat tergantung di posisi segmen pasar mana kegiatan koperasi berlangsung.
Berbeda dengan koperasi produsen, koperasi kredit atau simpan pinjam terbukti mempunayi kesempatan yang lebih luas untuk membangun segmentasi pasar yang kuat sebagai akibat struktur pasar keuangan yang sangat tidak sempurna, terutama jika menyangkut masalah informasi. Bagi koperasi jenis ini, perdagangan yang semakin terbuka dengan aliran modal yang semakin bebas keluar masuk memang merupakan tantangan baru dalam pasar keuangan.
Akan tetapi, apabila koperasi mempunyai jaringan yang luas, tantangan ini tidak perlu dikhawatirkan dan koperasi dapat memagari usahanya hanya untuk pelayanan anggota saja sehingga segmentasi ini akan sulit ditembus pesaing baru. Selain itu, gloibalisasi ekonomi juga memberi peluang baru bagi koperasi- koperasi sejenis di negara berkambang untuk mengadakan kerja sama dengan koperasi kredit di negara maju dalam membangun sistem perkreditan bersama.
Perlu diketahui, adanya kongres koperasi di Manchester, Inggris tahun 1995 yang melahirkan landasan baru yang dinamakan International Cooperative Identity Statement (ICIS) yang menjadi dasar tentang pengertian prinsip dan nilai dasar koperasi untuk menjawab tantangan globalisasi dan liberalisasi ekonomi dan perdagangan. Dalam pertemuan tersebut disepakati bahwa untuk bisa menghadapi globalisasi dan liberalisasi ekonomi dan perdagangan, koperasi harus bersikap seperti layaknya perusahaan swasta. Di Eropa koperasi tumbuh terutama melalui koperasi kredit dan koperasi konsumen yang kuat sehingga disegani oleh berbagai kekuatan.
Keberhasilan koperasi di Eropa sudah seharusnya dicontoh oleh koperasi indonesia. Pemerintah juga diharapkan turut mendukung untuk mengembangkan koperasi dengan cara menjadikan kedudukan koperasi setara dengan perusahaan swasta, bukan cuma dalam UUD tetapi juga dalam keadaan sebenarnya. Selain itu, karena lingkupnya global maka produk yang dihasilkan dari koperasi ini harus mampu bersaing dengan produk- produk dari negara lain, terutama dari negara maju. Persaingan dalam perdagangan bebas tidak hanya dalam persoalan harga, tetapi juga dalam hal kualitas dan kontinuitas.
Sumber: Koperasi Menjawab Kondisi Ekonomi Nasional oleh Muslimin Nasution
Perekonomian Indonesia oleh Tulus Tambunan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar